Pemilihan walikota Semarang semakin terasa atmosfirnya. Kita semakin mudah menemukan berbagai spanduk, baliho, poster dan berbagai moda kampanye lain. Para calon mulai memposisikan diri mereka sebagai "asli, ngerti, mumpuni di semarang", "pluralisme" sampai yang peduli rumah tangga. Tanpa bermaksud politis, untuk positioning terakhir menarik minat saya untuk menulis opini dan analisis tersendiri.
Ari Purbono, seorang calon walikota dari sebuah partai islam mempromosikan diri dengan menggunakan konsep "pesan mas Ari". Ari tampaknya memposisikan diri sebagai "calon walikota yang peduli warga", walau caranya agak aneh menurut saya karena pesan yang disampaikan terlihat "berbeda".

Dalam spanduk yang dipasang di beberapa ruas jalan di Semarang, Ari berpesan "Layanilah Suami Sepenuh Hati", dan "Sayangilah Istrimu". Pada awalnya hanya pesan pertama yang muncul, beberapa hari kemudian pesan kedua mulai dipasang. Kita lihat kalimatnya saja, saya bisa mengatakan, terjadi diskriminasi antara suami dan istri, yang pastinya akan menjadi sebuah kajian panjang dalam studi gender.

Pesan tersebut seakan akan menggambarkan Istri sebagai "pelayan" dan sang Suami sebagai pengayom yang cukup dengan "menyayangi" istrinya. Mungkin maksud Ari adalah bahwa sebuah konsep keluarga harmonis adalah yang seperti itu, tetapi tampaknya pesan tersebut justru berbalik arah di mata masyarakat. Bagi beberapa orang pesan tersebut dinilai merendahkan perempuan sebagai istri dan ikut campur rumah tangga orang.

Tetapi di sisi lain, trik kampanye Ari telah sukses membuat masyarakat mengingat namanya sebagai calon walikota. Mungkin pesan tersebut adalah sebuah strategi taktis untuk merebut perhatian masyarakat dan membentuk opini publik yang dapat menggaungkan namanya untuk beberapa waktu sebelum masa kampanye dimulai.

Sungguh disayangkan ketika sebuah konsep cerdas dieksekusi dengan tergesa-gesa..